-->

Orientasi dan Mobilitas Bagi Peserta Didik Tunanetra

Orientasi dan Mobilitas Bagi Peserta Didik Tunanetra - Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Hallo sahabat Gurusdku.Id Salam PPK, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Orientasi dan Mobilitas Bagi Peserta Didik Tunanetra, mudah-mudahan isi postingan Artikel ABK, Artikel Pembelajaran, Artikel Pendidikan, Artikel Referensi, Artikel Tunanetra, bisa bermanfaat bagi proses pembelajaran di sekolah bapak dan ibu gurusdku.

Judul : Orientasi dan Mobilitas Bagi Peserta Didik Tunanetra
link : Orientasi dan Mobilitas Bagi Peserta Didik Tunanetra
Orientasi dan Mobilitas Bagi Peserta Didik Tunanetra
Orientasi dan Mobilitas Bagi Peserta Didik Tunanetra

Konsep Orientasi Mobilitas,interaksi Sosial dan Komunikasi (OMSK) Bagi Tunanetra

Tunanetra merupakan individu yang mengalami kelainan pada indera visualnya sedemikian rupa sehingga mengganggu aktivitas kehidupan sehari-harinya dan mengalami keterbatasan dalam Orientasi Mobilitas ,interaksi Sosial dan Komunikasi (OMSK) terhadap dunia luar yang tidak dapat diperoleh secara utuh. Oleh karena itu membutuhkan pengembangan keterampilan OMSK yang mampu mengkompensasikan keterbatasan yang dimiliki.

Keterkaitan OMSK dengan ketunanetraan

Keterkaitan Ketunanetraan dengan perlunya pengembangan OMSK pada tunanetra adalah sebagai berikut:
  1. Keterbatasan dalam pindah tempat (Mobilitas)
  2. Merupakan akibat langsung dari ketunanetraan itu sendiri.Keanekaragaman informasi dan pengalaman akan diperoleh dengan lebih luas bila seseorang dapat berpergian dengan bebas dan mandiri. Untuk terciptanya interaksi dengan lingkungan fisik maupun sosial dibutuhkan adanya kemampuan berpindah-pindah tempat. Semakin mampu dan terampil anak tunanetra melakukan mobilitas semakin berkurang hambatan berinteraksi dengan lingkungan.
  3. Kehilangan kemampuan melihat
  4. Merupakan hilangnya kemampuan memperoleh informasi dari lingkungan karena penglihatan merupakan saluran utama bagi manusia untuk memperoleh informasi dari lingkunganya.Untuk itu anak tunanetra harus mengantungkan pada indra lain yang masih berfungsi seperti : pendengaran,perabaan, penciuman, pengecap serta pengalaman kenestetik merupakan keindraan yang cukup penting. Akan tetapi indar-inda ini sering tidak dapat mengamati, memahami dan menjangkau obyek diluar jangkauan fisiknya. Hal ini berdampak dalam memperolah pengalaman baru bagi tunatetra.
  5. Keterbatasan interaksi dengan lingkungan
  6. Ketunanetraan mengakibatkan keterpisahan individu dengan lingkungan fisik dan sosial pada batas-batas tertentu. Keterpisahan dengan lingkungan fisik maupun sosial mengakibatkan adanya kepasifan pada tunanetra. Hilangnya rangsangan visual berdampak pada aktifitas untuk mendekatkan diri dengan orang lain yang ada dilingkungannya tidak terjadi secara mudah bagi tunanetra hal ini lambat laun akan mengakibatkan hilangnya keinginan untuk berinteraksi dengan lingkunganya.Banyaknya aktifitas interaksi sosial yang tidak dapat dilakukan anak tunanetra mengakibatkan rasa frustasi. Disinilah pentingnya pengembangan kemampuan OMSK pada anak tunanetra agar dia dapat mengatasi hambatan dalam komunikasi dengan lingkungan.

Dengan demikian, konsep pengembangan orientasi mobilitas, interaksi sosial dan komunikasi bagi tunanetra merupakan satu kemampuan, kesiapan dan mudahnya bergerak dari satu posisi/tempat ke satu posisi/tempat lain yang dikehendaki dengan baik, tepat, efektif, dan selamat. Sehingga dapat mengatasi hambatan dalam intereksi sosial dan komunikasi tunanetra dengan lingkunganya perlu dikembangkan.

Prinsip Orientasi dan Mobilitas Bagi tunanetra

Prinsip dasar orientasi dan mobilitas bagi tunanetra menurut Raharja dalam Sudarti (2015), yaitu kemampuan bergerak dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan semua indera yang masih ada untuk menentukan posisi seseorang terhadap benda-benda penting yang di sekitarnya baik secara temporal maupun spasial.

Mengacu pada prinsip di atas, maka aspek pengetahuan yang diperlukan untuk mempermudah individu tunanetra mengembangkan kemampuan dalam kehidupan sehari-hari dikelompokkan ke dalam 6 komponen (Hosni, 2013), yaitu:

1) Landmark (ciri medan), 2) Clues (tanda-tanda), 3) Numbering system (sistem penomoran), 4) Measurement (pengukuran), 5) Compas Direction (arah mata angin), dan 6) Self Familiarization (memfamiliarkan diri)

Teknik Orientasi dan Mobilitas Bagi tunanetra

Hadikasma dalam Sudarti (2015), menyebutkan bahwa sifat orientasi dan mobilitas yang berpusat pada praktek. Kemudian pada teori orientasi dan mobilitas hanya sebagai penunjang terlaksananya praktek, maka teknik belajar yang harus diberikan pada tunanetra antara lain:
  1. Memberikan informasi yang jelas atau konkrit dan menghindari kata ganti petunjuk, seperti ini, itu, di sana dan seterusnya
  2. memberi bantuan jika diperlukan
  3. Memberi kesempatan beradaptasi terhadap perubahan cahaya
Selain itu Kemendikbud (2014), teknik orientasi dan mobilitas yang diajarkan bagi tunanetra, yaitu:
  1. Teknik Pra Tongkat di Lingkungan Rumah dan Sekolah, b) Teknik Tongkat dalam Pembelajaran Orientasi dan Mobilitas.

Prinsip Aktivitas Dalam Pembelajaran Orientasi Dan Mobilitas

Dalam pembelajaran keterampilan Orientasi Dan Mobilitas bagi peserta didik tunanetra harus didasarkan pada kekongkritan dan aktivitasnya yang ditegaskan oleh Kemendikbud (2014), sebagai berikut.
  1. Prinsip Kekongkritan dalam pembelajaran orientasi dan mobilitas
  2. Pelaksanaan latihan pada tunanetra dikatagorikan kongkrit apabila materi latihan, tempat atau lokasi latihan, waktu suasana harus kongkrit. Untuk mengkongkritkan materi maka perlu dilengkapi dengan peraga pendukung yang bersifat kongkrit. Kongkrit bisa berarti bentuk aslinya atau modelnya. Penggunaan peraga model dilakukan bila penggunaan peraga asli tidak memungkinkan. Ketidakmungkinan penggunaan peraga asli bisa karena alasan etika, berbahaya atau membahayakan peserta didik, dan atau susah menemukan aslinya. Karena itu sejak dari rencana pembelajaran harus sudah dipikirkan bagaimana perencanaan latihan keterampilan orientasi dan mobilitas dapat dilaksanakan kongkrit.
  3. Aktivitas dalam pembelajaran orientasi dan mobilitas
  4. Aktivitas latihan pembelajaran orientasi mobilitas dilatihkan dengan cara praktek langsung serta ditunjang dengan media dan sarana prasarana yang mendukung.

Strategi Layanan Terpadu Dalam Pembelajaran Orientasi Dan Mobilitas

Mengingat pentingnya pembelajaran orientasi dan mobilitas dalam kehidupan tunanetra dan banyaknya waktu yang dibutuhkan, maka perlu menggunakan berbagai strategi layanan untuk pembelajaran (Kemendikbud, 2014), sebagai berikut.
  1. Pembelajaran terpadu, artinya sebagian materi pembelajaran OM masuk ke dalam mata pelajaran untuk dikembangkan.
  2. Pembelajaran tersendiri, artinya guru penanggung jawab keterampilan kekhususan merencanakan dan melaksanakan pembelajaran secara langsung dan tersendiri, yang disesuaikan dengan umur perkembangan dan kebutuhannya.
  3. Pembelajaran prioritas, yaitu strategi ini dilaksanakan karena alasan tertentu yang ada pada tunanetra, misalnya karena peserta didik akan segera masuk di sekolah inklusi atau alasan kebutuhan yang mendesak, maka perlu diprioritaskan untuk dilakukan pembelajaran OM secara individual sampai kebutuhannya terpenuhi.

Metode dalam Mengajarkan Keterampilan Orientasi Dan Mobilitas Pada Peserta Didik Tunanetra

Kemendikbud (2014), mengemukakan bahwa pembelajaran keterampilan orientasi dan mobilitas pada peserta didik tunanetra menggunakan 3 (tiga) metode, yaitu.
  1. Pembelajaran dengan cara verbal
  2. Instruktur memberikan instruksi dengan verbal dan peserta didik melaksanakan instruksi verbal tersebut. Cara ini dapat berjalan apabila menghadapi tunanetra yang mempunyai kekayaan konsep yang cukup memadai. Bagaimana ia akan mengerti dengan apa yang dimaksud apabila tunanetra belum mempunyai konsep yang tepat tentang isi instruksi tersebut.
  3. Pembelalajaran dengan cara demonstrasi
  4. Guru memberikan contoh bagaimana teknik dan keterampilan itu dilaksanakan. Peserta didik tunanetra mengamati dengan meraba dari gerakan yang dicontohkan oleh instruktur. Setelah itu baru peserta didik mempraktekan dan meniru yang dicontohkan oleh instruktur.
  5. Pembelajaran dengan bantuan fisik
  6. Instruktur menyentuh langsung peserta didik tunanetra dan mencontohkan secara langsung kepada tunanetra. Kelemahan dari cara ini adalah adanya kontak langsung yang terlalu sering dengan peserta didik dan dapat berakibat tidak enak pada tunanetra, terutama yang telah dewasa. Instruktur dalam mengajarkan sesuatu teknik dalam mobilitas sering menggunakan ketiganya yaitu cara verbal, demonstrasi dan bantuan atau kontak fisik. Makin tiggi kemampuan tunanetra menerima pelajaran makin kurang penggunaan atau kontak fisik dalam proses belajarnya.



Demikianlah Artikel Orientasi dan Mobilitas Bagi Peserta Didik Tunanetra

Sekianlah artikel Orientasi dan Mobilitas Bagi Peserta Didik Tunanetra kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Orientasi dan Mobilitas Bagi Peserta Didik Tunanetra dengan alamat link https://silabusgtk.blogspot.com/2017/09/orientasi-dan-mobilitas-bagi-peserta.html

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel